![]() |
Foto Sedang Diskusi-Dok/Foto |
Lhokseumawe | LPMH – Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh (Unimal) baru-baru ini menyelenggarakan diskusi publik yang membahas “Perlindungan Hukum Industri Perikanan dan Pelayaran di Aceh, Mewujudkan Keadilan, Kedaulatan, dan Keberlanjutan”. Acara yang diadakan di Bale Qanun, Lhokseumawe, pada Sabtu (20/9), ini mengundang berbagai pihak, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga praktisi hukum, dengan tujuan untuk membuka wacana lebih dalam mengenai isu-isu vital yang dihadapi oleh sektor perikanan dan pelayaran di Aceh.
Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber utama yang masing-masing memberikan perspektif yang beragam namun saling melengkapi. Azwar, S.H., M.M., M.H., Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Lhokseumawe, yang juga merupakan alumni Program Magister Hukum Unimal, menyampaikan bahwa meskipun Aceh memiliki potensi besar dalam sektor perikanan dan pelayaran, pemanfaatannya belum optimal. Ia mengkritisi minimnya fasilitas dan infrastruktur di Pelabuhan Krueng Geukuh yang seharusnya menjadi simpul ekonomi penting di wilayah tersebut. "Setiap hari, ribuan kapal melintas, tetapi mereka tidak bersandar di Lhokseumawe. Infrastruktur pelabuhan yang terbatas menjadi salah satu hambatan utama," ungkap Azwar.
Sementara itu, Assoc. Prof. Dr. Ramlan, S.H., M.Hum., dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, menekankan pentingnya regulasi yang dapat memberikan perlindungan bagi nelayan serta industri perikanan lokal. Menurutnya, masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup mereka dari laut Aceh sangat memerlukan kepastian hukum dan keadilan yang terjamin. “Keadilan itu harus merata, terutama untuk mereka yang hidup dari hasil laut yang merupakan sumber daya utama di Aceh,” kata Ramlan.
Dalam pandangan akademik, Dr. Muhammad Nasir, S.H., LL.M., dosen Fakultas Hukum Unimal, mengingatkan bahwa isu perikanan dan pelayaran di Aceh juga sangat terkait dengan konteks hukum internasional. “Kedaulatan negara kepulauan seperti Indonesia sangat bergantung pada penegakan hukum laut internasional. Jika Aceh ingin menjadi poros maritim, penegakan hukum laut harus menjadi prioritas utama,” tegas Nasir.
Acara ini dibuka oleh Dr. Yusrizal, S.H., M.H., Ketua Program Studi Magister Hukum Unimal, serta Dr. Faisal, S.Ag., S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum Unimal, yang menekankan pentingnya forum ilmiah sebagai ruang untuk bertukar gagasan antara praktisi dan akademisi. Selain itu, kegiatan ini juga diwarnai dengan pengenalan kampus bagi mahasiswa baru Program Magister Hukum Unimal, yang diharapkan dapat memperkuat atmosfer akademik dan membangun sinergi antarprofesi di bidang hukum.
Diskusi ini diharapkan dapat menjadi titik awal bagi perbaikan sektor perikanan dan pelayaran di Aceh, serta memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan hukum yang lebih adil dan berkelanjutan di wilayah ini.