![]() |
Foto kegitaan pengabdian kemediktisaintek 2025 |
Aceh Utara – Jejak kejayaan Kerajaan Samudera Pasai kembali mendapat perhatian serius. Pada 12 September 2025, tim pengabdian masyarakat gabungan Universitas Malikussaleh (Unimal) dan Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL) menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Balai Meunasah Komplek Makam Malikussaleh, Gampong Beuringen, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.
FGD ini menjadi bagian dari program pengabdian berjudul “Desain Signage dan Wayfinding di Kawasan Wisata Heritage Samudera Pasai”, sebuah upaya melestarikan warisan sejarah berbasis pemberdayaan masyarakat dengan dukungan hibah dari Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat – Kemendikbudristek RI.
Ketua tim, Yenny Novianti, ST., MT, menjelaskan bahwa kawasan Makam Sultan Malik As-Saleh—raja pertama Kerajaan Samudera Pasai yang dikenal sebagai kerajaan Islam tertua di Asia Tenggara—memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata sejarah dan spiritual. Namun, pengelolaan kawasan ini masih menghadapi berbagai keterbatasan.
“Pemetaan kami menunjukkan belum adanya sistem navigasi terpadu, minimnya media interpretatif, serta belum terbentuk identitas kawasan yang kuat. Media edukasi sejarah masih disampaikan secara lisan, dan promosi digital nyaris tidak ada,” ujarnya.
Program ini melibatkan mahasiswa Prodi Arsitektur Unimal dan Jurusan Teknologi Informasi & Komputer PNL, yang bersama dosen merancang signage edukatif, sistem wayfinding, dan media informasi berbasis digital seperti QR Code. Tujuannya, pengunjung dapat memahami narasi sejarah secara lebih mudah dan mendapatkan pengalaman wisata yang bermakna.
Pengelola makam, Tgk. Faisal, S.E., M.Pd, menyambut baik inisiatif tersebut. Ia menekankan pentingnya penyajian informasi sejarah melalui media visual dan digital agar generasi muda dan wisatawan mancanegara lebih tertarik mengunjungi situs. Tgk. Faisal juga menjelaskan makna kaligrafi Arab yang terukir di batu nisan, sekaligus menuturkan nama-nama tokoh penting yang dimakamkan di kompleks ini, termasuk Sultan Malik As-Saleh, K.M. Raja As-Sawar, hingga K.M. Sayyid Syarif.
Tak hanya makam, kawasan heritage ini juga mencakup Monumen Samudera Pasai dan Museum Islam Samudera Pasai. Perwakilan Center for Information of Samudra Pasai Heritage (CISAH), Sukarna Putra, menekankan pentingnya penggunaan informasi dwibahasa (Indonesia–Inggris) pada monumen dan museum untuk memperluas jangkauan wisatawan internasional.
Geuchik Gampong Beuringen, Abdul Manan, berharap pendampingan ini menjadi contoh konservasi berbasis komunitas yang dapat direplikasi di kawasan heritage lain di Aceh. “Kami ingin situs bersejarah ini tidak hanya terpelihara, tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat,” ujarnya.
FGD dihadiri oleh perangkat gampong, mahasiswa, dosen, tim CISAH, dan masyarakat sekitar. Rancangan signage dan wayfinding ditargetkan rampung akhir September 2025, menjadi langkah awal memperkuat identitas visual dan memperkaya pengalaman wisata sejarah Samudera Pasai.